Tim P2T Koordinasi Dengan PN Surabaya
SURABAYA, Buser News
Rencana tim pembebasan lahan proyek jembatan Suramadu sisi Surabaya untuk memberlakukan Perpres 36/2005 untuk sisa lahan yang masih belum bebas, tinggal selangkah lagi. Kemarin, mereka bersama tim P2T (Panitia Pembebasan Tanah) Pemkot melakukan koordinasi dengan PN Surabaya terkait rencana ini.
Hasilnya, dijadwalkan penggunaan Perpres 36 tentang sistem konsinyasi bakal diberlakukan per Desember mendatang. dengan demikian, seluruh dana untuk pembebasan lahan yang hingga kini masih nyantol bakal dititipkan di PN Surabaya.
"Pada intinya, PN Surabaya sudah siap. Tinggal menunggu pendataan ulang dari tim kami. Kami jadwalkan Desember dana itu sudah kami titipkan," kata ketua tim pembebasan lahan Suramadu, Tutuk Suryojatmiko kemarin.
Jika hingga pelaksanaan konsinyasi tetap tidak ada perubahan, maka tim pembebasan lahan bakal mengirimkan uang konsinyasi senilai Rp 11 Miliar. Total ada 37 pemilik lahan yang terpaksa mengambil duitnya ke PN Surabaya. Jumlah lahan yang bakal dikonsinyasi itu seluas 5 ribu meter persegi, dan tersebar di empat kecamatan. Yakni Kedungcowek, Kali Kedinding, Bulak, serta Gading.
Tutuk menambahkan, selama ini pihaknya mengaku sudah terus berkoordinasi dengan para warga yang belum menyerahkan lahannya. akan tetapi, tidak ada respon sama sekali.
Jika konsinyasi ini diberlakukan, maka secara otomatis sisa lahan yang belum bebas itu sudah menjadi hak milik pelaksana proyek. Artinya, kelanjutan proyek tersebut bisa diteruskan.
dengan cara ini, maka warga hanya dua pilihan. Jika dia memilih untuk setuju, maka dia bisa mengambil uang ganti rugi itu melalui PN Surabaya. "Akan tetapi, jika dia menolak, maka dia bisa mengajukan gugatan," katanya.
Akan tetapi, gugatan itu harus ditujukan pada PN, bukan pada pelaksana proyek atau tim P2T. "Nantinya, PN yang akan memprosesnya. jika nanti PN memenangkan dan mewajibkan kami untuk memberi tambahan, tentu kami akan siapkan. Tapi jika tidak, tentu mereka harus mengambilnya," katanya.
Meski demikian, panitia pembebasan lahan masih memberikan kesempatan pada pemilik lahan yang sudah masuk daftar konsinyasi. Mulai hari ini, panitia mengirimkan surat tertulis pada semua pemilik lahan.
Surat itu sendiri berisi tentang nominal ganti rugi yang akan mereka terima. "Termasuk item-item hak mereka yang bakal mendapat ganti. JAdi, jika nanti masih ada beberapa barang milik warga yang belum tercantum, mereka bisa komplain ke kita. Tapi, mereka tidak bisa lagi menawar harga yang kita tawarkan," katanya.
Meski demikian, Tutuk optimis jumlah lahan yang bakal dibebaskan dengan cara konsinyasi bakal berkurang dari rencana semula. Pasalnya, biasanya para pemilik lahan enggan untuk berurusan dengan pengadilan. "Sebelum rencana ini bergulir, sudah banyak warga yang minta langsung dibebaskan. Semoga saja nanti tidak ada yang dikonsinyasi," katanya.
Yang jelas, lanjut Tutuk, penggunaan Perpres ini bukanlah upaya pemerintah untuk mencabut paksa kepemilikan lahan. "Tapi ini murni untuk kepentingan masyarakat. Sebab, jika ini molor, yang dirugikan juga masyarakat banyak," katanya.
Lima Tahun Molor
Selama lima tahun Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Proyek pembangunan Jembatan Suramadu sisi Surabaya belum berhasil membebaskan seluruh lahan. Sesuai dengan batas akhir pembebasan lahan di akhir tahun ini, maka P2T mempergunakan Perpres 36/2005 untuk membebaskan lahan yang masih terganjal tersebut.
Asisten Pembebasan Lahan Suramadu, Riyadi mengatakan hingga hari ini masih ada 43 bidang atau 6.889 m2 yang belum terbebaskan. Sedang tanah yang sudah berhasil dibebaskan sebanyak 460 bidang atau 122.525,77 m2.
Untuk lahan yang belum terbebas tersebar di tiga keluarahan, yaitu Kelurahan Gading sebanyak 17 bidang, Kelurahan Bulak sebanyak 7 bidang (3 bidang disisi Barat dan 4 bidang di sisi Timur), serta Keluarahan Kali Kedinding sebanyak 13 bidang ( 4 bidang di sisi Barat dan 9 bidang di sisi Kiri).
”Kendalanya tidak hanya pada masalah harga, tetapi ada beberapa bidang yang pemiliknya tidak pernah bisa ditemui,” ujar Riyadi.
Untuk masalah harga, Riyadi menjelaskan P2T menentukan harga berdasarkan SK Walikota tanggal 7 Mei 2007. Dengan rincian untuk harga tanah di Keluarahan Gading senilai Rp 1.441.000/m2, Kelurahan Bulak senilai Rp 1.297.000/m2 dan Kelurahan Kali Kedinding Rp 1.282.000/m2.
”Jumaiyah, salah satu warga Kelurahan Gading meminta harga yang terlalu tinggi, yaitu Rp 8,5 juta/m2,” ucapnya.
Sedang untuk Kelurahan Kali Kedinding, lanjutnya, juga terdapat dua warga yang mematok harga sangat tinggi. Dengan alasan, bahwa tempat mereka adalah tempat usaha. Dimana, kedua tempat itu adalah toko material bangunan dan toko makanan burung.
Masih di Kelurahan Kali Kedinding tepatnya rumah yang beralamatkan Jalan Kedung Cowek nomor 178-180, hingga sekarang belum diketahui pemiliknya. Meski, tim P2T sudah mengirim surat pemberitahuan, namun pemilik belum juga datang. Bahkan, Asisten I Kotamadya Surabaya juga sudah mengirim surat tapi hasilnya tetap belum ada.
”Per tanggal 5 Desember mendatang, seluruh dana untuk pembebasan lahan yang hingga kini masih nyantol akan dititipkan di PN Surabaya,” terangnya.
Sebab, tambahnya, hal tersebut sudah merupakan keputusan Walikota untuk menuntaskan masalah lahan ini hingga akhir tahun 2007. Mulai hari ini (22/11) hingga 4 Desember, imbuhnya, P2T membuka posko pelayanan di dua tempat, yaitu di Kelurahan Gaing dan Kecamatan Kenjeran.
Posko pelayanan yang beroperasi sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB, terdapat petugas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Bangunan, Dinas Pertamanan yang selalu siap melayani komplain dan koreksi terhadap lahan dan item-item lain seperti bangunan, listrik, air atau sumur, septic tank yang mungkin terdapat kekeliruan dalam pendataan sebelumnya.
”Kami akan siap melakukan pengukuran ulang untuk menyesuaikan data dengan keadaan sebenarnya. Mungkin ada septic tank-nya yang belum terdata,” terangnya.
Bila sampai tanggal 5 Desember, ucap Riyadi, para pemilik tanah belum juga menyelesaikan masalah tersebut. Maka, penyelesaian tersebut akan dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan bukan lagi tanggung jawab P2T. Secara otomatis sisa lahan yang belum bebas itu sudah menjadi hak milik pelaksana proyek. Artinya, kelanjutan proyek tersebut bisa diteruskan.
Dengan cara ini, tandasnya, maka warga hanya dua pilihan. Jika dia memilih untuk setuju, maka dia bisa mengambil uang ganti rugi itu melalui PN Surabaya. ”Akan tetapi, jika dia menolak, maka dia bisa mengajukan gugatan,” katanya.
Akan tetapi, gugatan itu harus ditujukan pada PN, bukan pada pelaksana proyek atau tim P2T. "Nantinya, PN yang akan memprosesnya. jika nanti PN memenangkan dan mewajibkan kami untuk memberi tambahan, tentu kami akan siapkan. Tapi jika tidak, tentu mereka harus mengambilnya," katanya.
Meski demikian, panitia pembebasan lahan masih memberikan kesempatan pada pemilik lahan yang sudah masuk daftar konsinyasi. Mulai hari ini, panitia mengirimkan surat tertulis pada semua pemilik lahan.
Surat itu sendiri berisi tentang nominal ganti rugi yang akan mereka terima. ”Termasuk item-item hak mereka yang bakal mendapat ganti. JAdi, jika nanti masih ada beberapa barang milik warga yang belum tercantum, mereka bisa komplain ke kita. Tapi, mereka tidak bisa lagi menawar harga yang kita tawarkan,” katanya.
Meski demikian, Riyadi optimis jumlah lahan yang bakal dibebaskan dengan cara konsinyasi bakal berkurang dari rencana semula. Pasalnya, biasanya para pemilik lahan enggan untuk berurusan dengan pengadilan. ”Sebelum rencana ini bergulir, sudah banyak warga yang minta langsung dibebaskan. Semoga saja nanti tidak ada yang dikonsinyasi,” katanya.
Yang jelas, lanjut Riyadi, penggunaan Perpres ini bukanlah upaya pemerintah untuk mencabut paksa kepemilikan lahan.. ”Tapi ini murni untuk kepentingan masyarakat. Sebab, jika ini molor, yang dirugikan juga masyarakat banyak,” katanya.ska
Rabu, 21 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar