Jumat, 01 Februari 2008

Komisi B DPRD Jatim Bersikukuh Melanjutkan Raperda Pasar

SURABAYA - Meski draf raperda pasar bertentangan dengan Perpres No 112/2007, Komisi B DPRD Jatim bersikukuh melanjutkan pembahasan perda tersebut. Mereka bahkan menargetkan perda itu selesai sebelum akhir masa persidangan pertama, April tahun ini."Pembuatan perda itu harus dilanjutkan. Kami telah melobi pemprov, termasuk gubernur, untuk meneruskan perda tersebut," kata Ketua Komisi B DPRD Jatim Ali Mudji.

Saat ini, komisi B telah menetapkan jadwal pembahasan raperda tersebut. Pada 4 Februari, nota kesepakatan pembuatan perda itu akan dibuat antara pemprov dengan DPRD Jatim. Selanjutnya, komisi B mengadakan rapat internal untuk membahas draf yang telah mereka susun. Setelah itu, rancangan perda tersebut dibawa ke rapat paripurna untuk kemudian diberitahukan kepada semua fraksi serta komisi sebelum ditetapkan menjadi perda. Hal tersebut dilakukan karena komisi B merasa perda itu sangat penting sebagai payung hukum pasar tradisional di Jatim. Sebab, Perpres No 112/2007 yang mengatur tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, serta toko modern itu ternyata bertentangan dengan konsep peraturan yang disusun DPRD Jatim.

Dalam perpres tersebut tidak diatur tentang pembatasan pendirian pasar modern, namun malah mengisyaratkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal besar. Perizinan pembuatan pasar modern itu dibuat sangat mudah. Investor hanya memerlukan izin kepala daerah setempat, tidak perlu mendapatkan restu dari gubernur. "Itu sama saja dengan legalisasi pendirian pusat perbelanjaan. Akhirnya, akan memenangkan jaringan minimarket mulai hulu hingga hilir," ungkap anggota komisi B Mirdasy.Dia menegaskan, monopoli kepemilikan modal dalam usaha supermarket sangat mungkin terjadi jika perpres tersebut diterapkan. Hal itu tentu merugikan pengusaha serta masyarakat yang memiliki usaha sama, namun bermodal terbatas.

Selain itu, penerapan perpres tersebut dikhawatirkan menjadi ajang pemimpin daerah untuk menggunakan kekuasannya demi keuntungan pribadi. Sebab, dalam perpres itu, izin terakhir pendirian pusat perbelanjaan berada di tangan bupati atau wali kota. "Itu bisa menjadi ajang permainan mereka yang menginginkan saham kosong," ujar politikus dari Fraksi PPP tersebut.

Apakah rencana itu tidak bertentangan dengan hukum, mengingat kedudukan perpres lebih tinggi daripada perda? Mirdasy menyatakan, pihaknya akan berusaha mengubah beberapa pasal dalam perpres yang dirasa tidak sesuai dengan perda yang sedang disusun. Mereka mengajukan perubahan itu melalui judicial review yang rencananya dilayangkan minggu depan.( Rep - Akhmad Yulianto )

Tidak ada komentar: